Menjelang pergantian masa dari dinasti Ming ke dinasti Qing, Ming di utara memang roboh tetapi cabang klan Zhu di selatan Tiongkok atau Ming selatan masih ada untuk melakukan perlawanan, meskipun pada akhirnya roboh satu persatu.
Zhu Yousong (1607-1646) atau dikenal juga dengan Pangeran Fu melanjutkan kemimpinan kaisar Ming terakhir yakni Ming Sizong (Chongzhen), dengan menjadi kaisar Ming Anzong (Hongguang, 1645- 1646). Dia mendirikan pemerintahan baru di sejumlah kota wilayah selatan, tidak saja Nanjing tetapi juga termasuk Fuzhou dan Jinmen di Provinsi Fujian.
Di tahun 1645, Dodo (1614-1649) memimpin pasukan Manchu dan bergerak cepat untuk merebut Suzhou dan Yangzhou. Kaisa Ming Anzong melarikan diri ke Wuhu tetapi akhirnya tertangkap dan di kirim ke Beijing untuk di eksekusi.
Zhu Yujian (1602-1646) sang Pangeran Tang sempat kabur dari Nanjing dan menyelamatkan diri ke Hangzhou dan menjadi kaisar Ming Shaozhong di Fuzhou - Fujian yang didukung oleh klan Zheng Sen
Karena itulah provinsi Fujian menjadi sasaran serangan Manchu berikutnya. Dimusim panas tahun 1646 pasukan Qing menyerang Fujian. Zheng Zhilong menyerah sementara Zheng anaknya, Zheng Chenggong mundur ke kawasan pantai untuk memimpin rakyat melanjut kan perlawanan.
Ketika pasukan Manchu memburu Zheng Chenggong dan memaksakan pemberlakuan rambut gaya Manchu sebagai rakyat Minnan dia sempat menolak dan lari menyelamatkan diri memasuki perkebunan tebu, kemudian tebu-tebu inilah yang banyak menyelamatkan nyawa rakyat.
Tradisi ini kemudian bertahan dan diteruskan di kalangan Tionghoa yang berasal dari Fujian di Asia Tenggara. Bagi orang Tionghoa di Malaka, tebu merupakan ingatan kolektid orang Hokkian terhadap perlawanan anti- Manchu dan juga sebagai simbol kekuatan dari perlindungan dewa dimasa perang. Bagaimana ada sebuah kekuatan yang menuntun mereka meyeberangin sungai dan tebu yang tumbuh tinggi yang digunakan untuk menyembunyikan rakyat dari kejaran musuh.
0 Komentar